Didalam adat yang
ada di Matua dalam
penyelenggaraan jenazah, ada beberapa ketentuan adat istiadat yang akan dilaksanakan baik dari pihak
kemenakan maupun ninik mamak. Adat istiadat yang dilakukan adalah :
1.
Kaba Buruak Baambauan.
Apabila salah seorang
kaum atau rang sumando meninggal dunia maka kemenakan akan datang menemui mamak
untuk memberitahukan. Mamak tidak mendengarkan berita dari orang lain karena
apabila kemenakan atau keluarga yang meninggal dunia melaporkan langsung, maka
mamak akan memberikan arahan apa saja yang akan dilakukan selanjutnya.
2.
Mambosoi Mamabo Jenazah
Apabila yang meninggal
dunia adalah angota kaum yang laki laki (mamak) maka mamak akan menyampaikan kepada
mamak keluarga si perempuan untuk membawa jenazahnya untuk dikuburkan di tanah
kaumnya. Hal ini tidak dapat dipaksakan apabila keluarga atau mamak pihak
perempuan tidak bersedia melepaskan mungkin dengan alasan yaiatu memiliki anak.
3.
Menentukan tempat perkuburan
Apabila yang meninggal
dunia adalah adalah anggota kaum atau rang sumando yang kan dikuburkan di tanah
keluarga, maka mamak harus mengetahui (basiasek)
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, dan jika dikuburkan di tempat
tersebut tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari “ indak ado rantiang nan badatiak, murai nan bakicau ” kecuali tanah
pusako randah hanya persetujuan dari anak yang meninggal dunia, atau pihak
keluarga memiliki pandam pakuburan khusus.
4.
Mancabiak kafan
Dalam menyiapkan kafan
bagi jenazah, selain dari urang siak
atau ulama setempat dalam hal ini mamak mamak harus ditunggu dan yang memulai
untuk mancabiak kain. Diharapkan
sampai selesai dalam menyiapkan kafan mamak harus ikut.
5.
Maimbaukan
Setelah jenazah selesai di
sholatkan yaitu sebelum dibawa ke pekuburan, keharusan bagi mamak kaum untuk
menyampaikan pidato kepada para takziah yang hadir. Dalam pidato tersebut mamak
atas nama keluarga memintakan maaf terhadap jenazah dan jika ada hutang piutang
jenazah kok pitih nan babilang, kain nan baeto,
ameh nan batayia, bareh nan bagantang, maka pihak keluarga yang dihadiri
atau diketahui oleh mamak akan menyelesaikan dengan sebaik baiknya.
MANJAPUIK
KAMANAKAN ( MANYARA’I )
Apabila meninggal dunia istri saudara laki laki dalam
kaum (menantu) dirumah istrinya maka suatu keharusan untuk melaksanakan
manjapuik kamanakan ( manyara’ i ), kok pinang baliak ka gagangnyo, siriah
suruik katampuaknyo.
Hal ini dilaksanakan karena pihak kemanakan ( laki laki)
diwaktu pernikahan dulu dijapuik secara adat, maka jika isterinya meninggal
maka kemenakan kembali dijapuik oleh mamak secara adat pula. Apakah hal ini
akan memutus silahturahmi jika yang meninggal atau kemenakan memiliki anak ?.
Jawabanya tidak, karena setelah dijapuik
secara adat maka kewajiban seorang bapak tetap, apakah naknya nanti akan
dibawa, apakah nantiknya akan tetap tinggal dirumah itu, semua dapat
dilaksanakn kesepakatn keluarga antara Bapak, anak, dan keluarga lainya (
apalagi telah memiliki rumah sendri hasil dari usaha si Bapak). Tata cara
pelaksanaan manyara’i tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Pelaksanaan dilakukan yaitu apabila kok hujan lah taduah, kok kabuik alah tarang yaitu paling cepat
setelah 100 hari atau lebih setelah meninggal dunia (sehabis masa idah).
2.
Pelaksanakan dilakukan dirumah keluarga perempuan dan
dihadiri oleh mamak kedua belah pihak.
3.
Dibacakan do’a selamat dirumah pelaksanaan manyara’i
tersebut
Kemenakan yang dijemput harus dibawa oleh mamak (japuik tabao) sekurang kurangnya sampai halaman rumah.
0 komentar:
Posting Komentar