Senin, 03 Juli 2017

LARANGAN KAWIN SAPASUKUAN

Larangan kawin sapasukuan dalam adat Minangkabau tidak dalam kontek halal dan haram. Kesepakatan untuk tidak kawin sapasukuan adalah soal raso jo pareso. Berdasarkan kekerabatan matrilineal masyarakat Minangkabau merasa badunsanak dengan orang-orang sekaum atau sapasukuan. Tagak banagari paga nagari, tagak basuku paga suku. Kawin sapasukuan dianggap kawin jo dunsanak.
Meskipun dalam adat istiadat Minangkabau melarang nikah sesuku, akan tetapi agama Islam memperbolehkannya. Kawin sasuku yang dimaksud di sini adalah suatu hubungan pergaulan dan perkawinan/pernikahan yang dilakukan antara laki-laki dengan perempuan Minangkabau yang masih hubungan satu suku. Misal, si A menikah dengan si B yang sama-sama bersuku Caniago satu penghulu maupun beda penghulu. Adat Minangkabau tidak pernah mengharamkan menikah sesuku, tetapi adat melarang. Antara mengharamkan dengan melarang itu berbeda. menikah sesuku itu hukumnya halal, tetapi orang minang tidak mengerjakannaya karena beberapa hal dan pertimbangan.
Menikah sesuku menurut logika hukum Minangkabau tidak baik. Sanksinya jika dilanggar adalah sanksi moral, dikucilkan dari pergaulan. Bukan saja pribadi orang yang mengerjakannya, tapi keluarga besar pun mendapat sanksinya, membuat aib karena perangai kita. Selain itu juga beredar mitos di Minangkabau yang sudah diyakini turun-temurun bahwa nikah sesuku akan membawa petaka dalam rumah tangga nantinya. Inilah Alasan mengapa masyarakat Minangkabau melarang keras pernikahan sesuku.

Pelopor Kerusakan dalam Kaum

Ketika pernikahan sesuku terjadi, konflik besar akan mudah terjadi. Ibaratkan sebuah negara, akan lebih mudah hancur apabila terjadi perselisihan sesama rakyatnya dari pada perselisihan sesama dengan negara lain. Ketika suami istri bertengkar lalu saling mengadu ke orangtua masing-masing. Kedua orangtua mereka juga mengadu ke saudara-saudara mereka, ke mamak, ke datuak. Akhirnya terjadilah banyak pertengkaran, padahal mereka badunsanak dan sesuku. Akhirnya suku hancur gara-gara perkawinan ini.

Mempersempit Pergaulan

Orang yang sesuku adalah orang-orang yang sedarah, mempunyai garis keturunan yang sama yang telah ditetapakan oleh para tokoh dan ulama Minangkabau yang terkenal dengan kejeniusannya. “Ibaraiknyo cando surang se mah Laki-laki nan ‘Iduik’ atau cando surang se mah padusi nan kambang”.

Menciptakan Keturunan yang Tidak Berkualitas.

Ilmu kedokteran mengatakan keturunan yang tidak berkualitas apabila si keturunan dihasilkan dari orang tua yang tidak mempunyai hubungan darah ssama sekali. Adapun keturunan yang terlahir akibat hubungan darah yang sama akan mengalami kecacatan fisik dan keterbelakangan mental (akibat genetika).

Mengganggu Psikologis Anak

Psikologis anak akan terganggu akibat perlakuan rasis dan dikucilkan teman-teman
sebayanya bahkan orang sekampung. Hal ini mengingat tidak dianggapnya orang tua di dalam kaum kerabat dan masyarakat.

Kehilangan hak Secara Adat

Pasangan yang menikah sesuku akan dikucilkan oleh sukunya, tidak dibenarkan duduk di dalam sukunya dan juga tidak diterima oleh suku-suku lain di wilayah atau nagari. Bahkan, bekas tempat duduk mereka akan dicuci oleh masyarakat, ini menggambarkan betapa buruknya mereka di mata masyarakat. Lelaki yang melakukan kesalahan hilang hak memegang jawatan ( menjunjung sako) yang terdapat dalam sistem Adat Perpatih. Sedangkan perempuan akan kehilangan hak ke atas segala harta pusaka suku. Pasangan terlibat diperbilangkan sebagai, “Bak umpamo buah beluluak, Tercampak ke laut indak dimakan ikan, Tercampak ke darat indak dimakan ayam.

Karena, antara satu suku, mereka sudah merasa dirinya satu keluarga, secara otomatis jika kehiduan satu keluarga akan menjaga hubungan pergaulan antarmereka. Apalagi, mamak mampu menanamkan nilai-nilai Agama Islam di dalam pergaulan para kaum dan sukunya, maka kepribadian para remaja akan lebih berbudaya dan beragama. Saat ini, secara umum kehidupan remaja Minang tidak paham dan tidak mengerti dengan nilai-nilai larangan kawin/pernikahan sasuku. Jika dianalisa, larangan kawin/pernikahan sasuku merupakan suatu hakikat nilai yang memiliki makna prinsip adat yang luas. Kawin/pernikahan sasuku tidak hanya melarang mereka kawin/nikah tapi ada suatu adab tata krama pergaulan bermasyarakat yang bisa dikembangkan dalam bentuk teknis. Tidak hanya sekadar melarang dan memberi sanksi kawin sasuku. Tapi, ada nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya. Selaku orang Minangkabau, maka nilai-nilai larangan kawin/pernikahan sasuku secara teknis yang terkandung di dalamnya yang perlu dikembangan dan ditanamkan. Ibarat orang bersaudara sudah dipastikan akan menjaga hubungan komunikasi, menjaga adab bergaulan, menjaga interaksi idividu, dan banyak hal lain. Jika nilai-nilai kawin sasuku bisa dibudayakan dalam kehidupan basuku atau banagari ke depan, pergaulan bebas yang terjadi di tengah masyarakat Minangkabau yang mencemaskan ini di kalangan remaja bisa diantisipasi. Sehingga, ke depan masyarakat keluar dari penyakit remaja, maka ke depan tidak ada lagi anak gadis yang hamil di luar nikah, tidak ada seks bebas, dan lainnya

Sangsi Kawin Sasuku Di Matua
Sangsi kawin sapasukuan, bagi yang melakukan akan dikenakan hukuman dibuang sapanjang adat.
a.    Buang Bilah ( dibuang Ka aia hilia)
Yang dimaksud dengan Buang Bilah adalah apabila salah seorang kaum melakukan kawain sapasukuan maka yang bersangkutan dibuang sepanjang adat
b.    Buang Tingkarang (dibuang ka tanah lakang)
Yang dimaksud dengan Buang Tingkarang adalah apabila salah seorang kaum melakukan kawain sapasukuan maka yang bersangkutan dibuang sepanjang adat

0 komentar:

Posting Komentar